Seminar Tanah Ulayat : Eksistensi, Potensi Sengketa dan Upaya Penyelesaiannya (Terkait Pertambangan dan Perkebunan)
Tanggal
9 Februari 2012
Tempat
Skyline Bussines Center
Menara Cakrawala 19th floor
Thamrin – Jakarta
Investasi:
- Rp. 2.700.000 ( Pendaftaran sebelum 20 Januari 2012)
- Rp. 3.000.000 ( Pendaftaran Setelah 20 Januari 2012)
- Rp. 2.500.000 ( Grup minim 3 orang & daftar sebelum 20 Januari 2012)
- Rp. 2.700.000 ( Grup minim 3 orang & daftar setelah 20 Januari 2012)
Pendahuluan
Konsep kepemilikan Tanah Ulayat bagi kalangan Masyarakat Hukum Adat di Nusantara ini telah ada dan sama tuanya dengan penduduk asli yang mula-mula mendiami kepulauan Nusantara ini. Bahkan, sudah ada jauh sebelum bangsa Eropa memasuki nusantara. Setelah Indonesia merdeka, lahirlah Undang-Undang No.5 tahun 1960 UUPA yang mana UUPA tersebut menjadi pokok dalam penyusunan hukum tanah nasional di Indonesia. Lahirnya UUPA diharapkan dapat mengakhiri pluralisme perangkat hukum yang mengatur dalam bidang pertanahan yang dalam penerapannya didasarkan pada hukum adat masing-masing daerah.
Dewasa ini, meskipun keberlakuan hukum adat terkesan semakin melemah dan tergerus, tetapi belakangan kerap muncul konflik tanah untuk pertambangan dan perkebunan yang berakar dari masalah kepemilikan Tanah Ulayat. Belakangan hari, hal tersebut menimbulkan dan menunjuk adanya hak ulayat dalam masyarakat adat, yang keberadaannya dalam Hukum Tanah Nasional (UUPA) masih dipermasalahkan dan begitu juga statusnya dalam masyarakat adat itu sendiri.
Di sisi lain, Masyarakat Hukum Adat yang mendiami Tanah Ulayat tertentu mengklaim, sudah menempati dan menggarap tanah tersebut berpuluh-puluh bahkan beratus tahun secara turun temurun. Akan terasa aneh, apabila negara atau pemerintah mempertanyakan bukti tertulis bila masyarakat itu punya hak atas tanah tersebut. Masyarakat Hukum Adat menganggap hak mereka bukan ditentukan karena tertulisnya, tetapi ditentukan karena mereka sendiri yang sudah menguasai atau menggarap secara turun temurun suatu Tanah Ulayat. Tentu hal ini tidak selalu sejalan dengan keadaan di lapangan yang menunjukkan seringnya terjadi konflik kepemilikan atas tanah yang kerap berujung bentrok antara Masyarakat Adat dan masyarakat yang memiliki klaim kepemilikan yang juga sah. Hal inilah yang menyisakan masalah dalam kedudukan Tanah Ulayat dalam Hukum Pertanahan di Indonesia.
Untuk itulah seminar dan diskusi panel ini diadakan untuk mengetahui lebih dalam mengenai kriteria penentuan eksistensi hak atas tanah ulayat, potensi konflik dan bagaimana solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik tersebut
Narasumber Seminar:
No | Pembicara | Institusi | Materi |
1. | Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono,S.H.,MCL.MPA | Dosen Univ. Gajah Mada – Ahli hukum Agraria dan Hak Ulayat | Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat dalam Hukum Nasional Indonesia |
2. | Ir. Hudoyo, MM | Direktur Penggunaan Kawasan Hutan | Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat di Wilayah Kehutanan dan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan terkait Pertambangan. |
3. | Drs. R. Edi Prasodjo M.Sc | Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara | Potensi Konflik Tanah Ulayat di Area Pertambangan dan IUP Clear and Clean |
4. | Ir. Tri Joko Mulyono MM. | Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi | Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat terkait dengan Perkebunan. |
Diskusi Panel:
”Upaya mitigasi konflik tanah ulayat oleh BPN dan peranan BPN dalam penyelesaian konflik tanah ulayat dengan tanah dengan hak kepemilikan”
No. | Pembicara | Institusi | Materi |
1. | Joyo Winoto Ph.D. | Kepala BPN | Peranan BPN dalam memitigasi konflik tanah ulayat. |